Hari Raya Nyepi: Sejarah,
Makna, Aturan, dan Cara Perayaannya
Nyepi adalah hari suci
umat Hindu yang
dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem
Kesanga (IX) yang merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat
samudera yang membawa intisari amerta air
hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.
Hari Raya Waisak, bersamaan
dengan Hari Suci Nyepi, ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor
3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983.
Aktivitas
Melasti, Tawur (Pecaruan), dan
Pengrupukan
Tiga atau dua hari sebelum Nyepi,
umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut
juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada
di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau, karena laut atau danau
adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor)
di dalam diri manusia dan alam.
Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada
"tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan
upacara Bhuta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari
masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil
salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut
kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca
Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan
sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran)
diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah
masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket
beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni)
disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan
kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka
tidak mengganggu umat.
Mecaru diikuti oleh
upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur,
mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan
dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga
bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari
lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya
dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang
diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir
Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Puncak Acara Nyepi
Keesokan harinya, yaitu
pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10),
tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak
ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan
"Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada
berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak
bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak
makan dan minum). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata,
yoga, dan semadhi. Pada hari ini umat hindu sama sekali tidak melakukan
aktivitas mereka seperti biasa, lingkungan tampak sepi, malah seperti kota
mati, tidak ada lampu yang menyala, semua orang diam dirumah mereka.
Demikianlah untuk masa baru,
benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai
hidup dalam tahun baru ?aka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang
kita lakukan berawal dari suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing
tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan
jiwa dengan paramatma (Tuhan)), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi
(manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).
Semua itu menjadi keharusan bagi
umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan
kehidupan pada tahun yang baru.
Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.