Dalam beberapa waktu terakhir, media sosial diramaikan dengan berbagai konten tentang makanan kukus. Mulai dari sayuran kukus sederhana, ayam dan ikan tanpa minyak, hingga olahan tradisional yang dikemas secara modern, semuanya mendapat tempat tersendiri di tengah masyarakat. Fenomena makanan kukusan yang viral ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan mencerminkan meningkatnya kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan melalui pola makan yang lebih baik.
Kesadaran ini tumbuh seiring dengan perubahan gaya hidup dan meningkatnya paparan informasi tentang kesehatan. Masyarakat kini semakin memahami bahwa apa yang dikonsumsi setiap hari sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup. Penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, dan obesitas kerap dikaitkan dengan pola makan tinggi gula, garam, lemak, serta penggunaan minyak berlebih. Dalam konteks inilah metode memasak dengan cara dikukus kembali dilirik sebagai alternatif yang lebih sehat.
Mengukus makanan dikenal sebagai salah satu teknik memasak paling minim risiko terhadap kandungan gizi. Proses ini tidak memerlukan minyak tambahan, sehingga dapat mengurangi asupan lemak jenuh dan kalori berlebih. Sayuran yang dikukus cenderung mempertahankan vitamin dan mineral lebih baik dibandingkan metode memasak dengan suhu tinggi dan minyak berlebih. Bagi mereka yang sedang menjalani diet, program penurunan berat badan, atau pemulihan kesehatan, makanan kukus menjadi pilihan yang logis dan aman.
Menariknya, tren makanan kukusan tidak hanya digerakkan oleh kalangan tertentu, tetapi juga menyentuh generasi muda. Media sosial berperan besar dalam menyebarkan gaya hidup sehat ini. Video singkat tentang meal prep kukusan, tantangan makan sehat selama tujuh hari, hingga testimoni perubahan tubuh setelah rutin mengonsumsi makanan kukus membuat pola makan sehat terasa lebih dekat dan realistis. Makanan sehat tidak lagi dipersepsikan sebagai hambar dan membosankan, melainkan dapat tampil menarik, variatif, dan menggugah selera.
Di sisi lain, tren ini juga menunjukkan pergeseran cara pandang masyarakat terhadap makanan tradisional. Banyak makanan kukus sejatinya sudah lama dikenal dalam budaya Indonesia, seperti pepes, botok, atau sayur kukus sederhana. Namun kini, teknik memasak tradisional tersebut dikemas ulang dengan pendekatan modern dan narasi kesehatan, sehingga kembali mendapat perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dan prinsip hidup sehat sebenarnya telah lama berjalan beriringan.
Meski demikian, meningkatnya kesadaran akan makanan sehat berbasis kukusan masih bersifat parsial. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses, waktu, atau pengetahuan yang cukup untuk mengubah pola makan secara konsisten. Selain itu, gaya hidup cepat saji dan makanan instan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat karena dianggap praktis dan terjangkau. Oleh karena itu, tren viral ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk edukasi yang lebih luas, bukan sekadar gaya hidup sesaat.
Kesadaran kesehatan sejatinya tidak berhenti pada metode memasak, tetapi juga mencakup pemilihan bahan makanan, porsi yang seimbang, serta konsistensi dalam jangka panjang. Makanan kukus akan memberikan manfaat optimal jika diimbangi dengan konsumsi sayur, buah, protein yang cukup, serta aktivitas fisik yang teratur. Dengan kata lain, tren ini perlu diiringi dengan pemahaman menyeluruh tentang pola hidup sehat.
Fenomena viralnya makanan kukusan memberi harapan bahwa masyarakat mulai kembali mendengarkan kebutuhan tubuhnya. Di tengah kesibukan dan tekanan hidup modern, memilih makanan yang lebih sederhana dan alami menjadi bentuk kepedulian terhadap diri sendiri. Jika kesadaran ini terus tumbuh dan didukung oleh edukasi yang tepat, maka tren kukusan bukan hanya akan menjadi konten media sosial, tetapi juga bagian dari budaya hidup sehat masyarakat Indonesia.