(0362) 21985
organisasisetda@bulelengkab.go.id
Bagian Organisasi

Menanamkan Nasionalisme melalui Indonesia Raya dan Pancasila: Menghidupkan Kembali Jiwa Kebangsaan

Admin organisasisetda | 17 Desember 2025 | 77 kali

Di tengah derasnya arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan perubahan sosial yang begitu cepat, tantangan terbesar bangsa Indonesia hari ini bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga menjaga dan menguatkan jati diri kebangsaan. Rasa nasionalisme, yang dahulu tumbuh kuat melalui perjuangan dan pengorbanan, kini menghadapi ujian berupa lunturnya semangat kebersamaan, meningkatnya sikap individualistis, serta berkurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai dasar bangsa. Dalam konteks inilah pemerintah kembali menggencarkan upaya menanamkan nasionalisme melalui kebiasaan mendengarkan lagu Indonesia Raya dan mengucapkan Pancasila dalam berbagai aktivitas resmi maupun keseharian.

Lagu Indonesia Raya bukan sekadar lagu kebangsaan yang dinyanyikan sebagai formalitas. Ia adalah simbol sejarah perjuangan, pengingat akan lahirnya sebuah bangsa yang dibangun dari keberagaman suku, agama, budaya, dan bahasa. Ketika lagu ini diperdengarkan, sejatinya yang dihadirkan bukan hanya nada dan lirik, melainkan semangat persatuan, keberanian, dan tekad untuk berdiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Mendengarkan dan menyanyikan Indonesia Raya dengan sikap hormat menjadi sarana efektif untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap tanah air.

Demikian pula dengan pengucapan Pancasila. Lima sila yang terkandung di dalamnya bukan sekadar rangkaian kata, tetapi merupakan dasar filosofis dan moral kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mengucapkan Pancasila secara rutin, nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial terus diingatkan dan ditanamkan dalam kesadaran kolektif masyarakat. Di tengah polarisasi sosial dan perbedaan pandangan, Pancasila hadir sebagai perekat yang menyatukan.

Upaya pemerintah menggaungkan kembali dua simbol kebangsaan ini di instansi pemerintah, sekolah, perguruan tinggi, dan ruang publik bukanlah langkah seremonial semata. Kebiasaan ini dimaksudkan sebagai proses pembiasaan nilai. Nasionalisme tidak lahir secara instan, melainkan tumbuh melalui pengulangan, keteladanan, dan penghayatan. Ketika Indonesia Raya diperdengarkan setiap awal aktivitas dan Pancasila diucapkan dengan penuh kesadaran, maka perlahan nilai-nilai kebangsaan tersebut akan tertanam dalam sikap dan perilaku.

Bagi aparatur sipil negara, misalnya, mendengarkan Indonesia Raya dan mengucapkan Pancasila menjadi pengingat akan peran dan tanggung jawab sebagai pelayan publik. ASN tidak hanya bekerja untuk menjalankan tugas administratif, tetapi juga mengemban amanah negara untuk melayani masyarakat dengan adil, jujur, dan berintegritas. Nasionalisme dalam konteks ini tercermin dalam dedikasi, profesionalisme, serta komitmen untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Di lingkungan pendidikan, kebiasaan ini memiliki makna yang lebih mendalam. Anak-anak dan generasi muda perlu dikenalkan sejak dini pada simbol dan nilai kebangsaan, bukan hanya melalui buku pelajaran, tetapi juga melalui praktik nyata. Mendengarkan Indonesia Raya dan mengucapkan Pancasila secara rutin dapat menjadi sarana pendidikan karakter, menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia, serta membangun kesadaran akan pentingnya toleransi dan persatuan dalam keberagaman.

Namun demikian, menanamkan nasionalisme tidak cukup berhenti pada pengucapan dan pendengaran semata. Tantangan sesungguhnya adalah bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Indonesia Raya dan Pancasila diterjemahkan dalam tindakan nyata. Nasionalisme sejati tercermin dalam sikap saling menghormati, kepedulian sosial, kejujuran, disiplin, serta semangat gotong royong. Tanpa penghayatan, simbol kebangsaan berisiko menjadi rutinitas kosong yang kehilangan makna.

Oleh karena itu, gerakan ini perlu diiringi dengan refleksi dan keteladanan. Pimpinan di semua lini harus mampu menjadi contoh dalam mengamalkan nilai Pancasila, sementara institusi pendidikan dan pemerintah perlu menciptakan ruang dialog agar masyarakat memahami makna di balik simbol-simbol tersebut. Dengan demikian, nasionalisme tidak dipaksakan, melainkan tumbuh dari kesadaran dan rasa cinta yang tulus terhadap bangsa.

Menghidupkan kembali semangat Indonesia Raya dan Pancasila adalah upaya untuk merawat ingatan kolektif bangsa. Di tengah perubahan zaman, dua simbol ini menjadi jangkar yang mengingatkan kita siapa diri kita dan ke mana arah yang ingin dituju. Nasionalisme bukan tentang nostalgia masa lalu, tetapi tentang komitmen bersama untuk membangun masa depan Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan berkeadaban